Diberdayakan oleh Blogger.

Setiap Detik yang Terlewati Adalah Sejarah diDetik Berikutnya

.
RSS

MAKALAH “PENANGGULANGAN PENGEMIS di ALUN ALUN JEMBER”



MAKALAH
“PENANGGULANGAN PENGEMIS
di  ALUN ALUN JEMBER”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)
Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
Dodik kurniawan
Diana Aristanti
Luluk Hidayati
Novita Widianingsih
Tegar Dian Febrianto
(130710101007)
(130710101022)
(130210205038)
(130210402078)
(130810201253)
F. Hukum
F. Hukum
FKIP
FKIP
F. Ekonomi

Kelas PKN.36
SEMESTER 1 ANGKATAN 2013
UNIVERSITAS JEMBER
Jl. Kalimantan 37 Kampus Bumi Tegal Boto
Telp./Fax (0331) 339029
JEMBER

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Menurut Van Romondt (Haryoto, 1986:386), pada dasarnya alun-alun itu merupakan halaman depan rumah, namun dalam ukuran yang lebih besar. Lebih jauh Thomas Nix (1949:105-114) menjelaskan bahwa alun-alun merupakan lahan terbuka dan terbentuk dengan membuat jarak antara bangunan-bangunan gedung. Jadi dalam hal ini, bangunan gedung merupakan titik awal dan merupakan hal yang utama bagi terbentuknya alun-alun. Tetapi kalau adanya lahan terbuka yang dibiarkan tersisa dan berupa alun-alun, hal demikian bukan merupakan alun-alun yang sebenarnya. Jadi alun-alun bisa di desa, kecamatan, kota maupun pusat kabupaten.
Pada awalnya Alun-alun merupakan tempat berlatih perang (gladi yudha) bagi prajurit kerajaan, tempat penyelenggaraan sayembara dan penyampaian titah (sabda) raja kepada kawula (rakyat), pusat perdagangan rakyat, juga hiburan. Periode zaman kemerdekaan, banyak alun-alun yang berubah bentuk. Salah satunya alun-alun Jember. Faktor pendorong pertumbuhan ini macam-macam diantaranya kebijakan pemerintah, aktivitas masyarakat, Perdagangan dan Pencapaian (Dadang Ahdiat, 1993).
Alun-alun Jember merupakan alun-alun yang terlatak dipusat kota Jember. Alun-alun Jember merupakan tempat diadakannya kegiatan besar. Diantaranya Jember Fashion Carnival (JFC), Perayaan hari besar kota Jember, serta sarana hiburan keluarga dan tempat olahraga bagi masyarakat Jember khususnya pada hari Minggu. Sebagai tempat acara besar dan penting bagi masyarakat jember, alun-alun tidak luput dari berbagai  masalah, salah satu diantaranya adalah masalah kesenjangan sosial. Diantara banyak masalah kesenjangan sosial di kota Jember ini, Pengemis merupakan permasalahan yang tiada habis-habisnya. Oleh sebab itu kami disini akan mencoba memberikan solusi terhadap masalah tersebut.

 1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, kami akan membahas masalah peminta-minta (pengemis) yang dapat kami rumuskan sebagai berikut:
1.         Siapakah pengemis itu?
2.         Apa faktor yang menjadikan mereka pengemis?
3.         Bagaimana upaya penyelesaian pengemis?


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengemis
Menurut kamus besar bahasa indonesia, Pengemis adalah orang yang minta-minta; pengemis.
Berdasar uraian tersebut, Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta, melalui berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain. Pengemis bukan berarti orang yang harus dipandang sebelah mata. Keberadaan mereka bukan untuk disalahkan ataupun dibenarkan. Keberadaan mereka menimbulkan kesan serba salah. Menyalahkan mereka bukan tindakan yang benar, tetapi membenarkan keberadaan mereka pun juga bukan tindakan yang benar pula.
2.1.1 Pengemis Sebagai Tindakan Sosial
Tindakan berupa usaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain yang dilakukan oleh pengemis merupakan suatu tindakan sosial. Setiap orang memiliki pandangan berbeda terhadap pengemis. Ada diantara mereka, merasa malu bekerja sebagai pengemis karena merupakan pekerjaan yang tidak pantas dan banyak ditentang oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan norma yang ada dimasyarakat.
Tetapi ada yang menganggap mengemis merupakan pekerjaan yang tidak berbeda dari pekerjaan yang lainnya, yakni bertujuan mendapatkan uang. Hal inilah yang terjadi pada komunitas yang bekerja sebagai pengemis. Mereka menganggap bahwa mengemis adalah pekerjaan yang halal dan sah-sah saja. Bahkan ada yang beranggapan bahwasannya mengemis lebih baik dari pada mencuri. Bagi para pengemis sendiri, mengemis merupakan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tindakan yang dilakukan oleh pengemis merupakan suatu tindakan yang didasarkan pada rasionalitas diri mereka. Mereka memiliki kebutuhan hidup yang harus mereka penuhi, untuk itu mereka melakukan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut. Apalagi mengemis tidak membutuhkan keterampilan khusus dan modal, sehingga dapat dilakukan oleh semua orang. Hal ini menyebabkan lingkungan yang masyarakatnya berpikir demikian dapat melakukan kegiatan mengemis.
2.1.2 Pengemis Sebagai Tindakan Ekonomi
Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya masing-masing. Berbagai macam cara digunakan guna kebutuhan tersebut terpenuhi. Salah satu tujuan para pengemis yang ada di alun-alun Jember yakni memperoleh pendapatan atau penghasilan dengan cara menengadahkan tangan pada orang lain. Pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
2.2 Pengertian Penanganan
            Penanganan menurut buku pedoman rehabilitasi gelandangan dan pengemis (2001:5) adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan terarah baik oleh pelaksana di Provinsi maupun Kabupaten/kota untuk mencegah, merehabilitasi dan memberdayakan. Usaha tersebut menyangkut upaya pencegahan, rehabilitisi memberdayakan gelandangan dan pengemis beserta keluarganya. Penanganan  pengemis yang meliputi usaha preventif, represif dan rehabilitatif bertujuan agar tidak terjadi pengemis dan mencegah meluasnya pengaruh pengemis. Agar pengemis kembali menjadi anggota masyarakat yang menghayati harga diri serta mengembalikan taraf hidup mereka.
Penanggulangan pengemis dilakukan dengan berbagai usaha antara lain :
1.      Usaha preventif dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pengemis didalam masyarakat, yang ditunjukkan baik pada perorangan maupun kelompok masyarakat. Usaha yang dilakukan berupa memberikan penyuluhan dan bimbingan sosial, pembinaan sosial, bantuan sosial, perluasan kesempatan kerja, peningkatan derajat kesehatan.
2.      Usaha represif yaitu tindakan penyisiran dimaksudkan untuk mengurangi bahkan meniadakan pengemis baik perorangan maupun kelompok. Usaha yang dilakukan berupa razia. Razia dapat dilakukan sewaktu-waktu oleh pejabat maupun kerjasama dengan instansi lain.
3.      Usaha rehabilitatif (pemberdayaan) terhadap pengemis meliputi usaha penampungan, penyeleksian, penyantunan dan tindak lanjut. Itu semua bertujuan agar fungsi sosial mereka berfungsi kembali sebagai warga masyarakat. Usaha rehabilitatif dilaksanakan melalui Panti Sosial.

 BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Faktor Keberadaan Pengemis
Mengemis merupakan usaha manusia dalam mencari penghasilan dengan mengharap belas kasih dari orang lain. Dalam pelaksanaannya, tidak luput dari berbagai faktor yang mendasari. Secara garis besar faktor tersebut dibagi atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain sifat malas, dapat muncul akibat dari (kemungkinan) pekerjaan yang didapat tidak sesuai dengan bakat dan keinginannya. Sehingga enggan untuk menekuni pekerjaan yang ada, cacat fisik,. Faktor eksternal antara lain ekonomi, geografi, pendidikan, psikologi lingkungan dan agama. Faktor ekonomi karena keluarga tidak mendapatkan pendapatan dan kekurangan pendapatan.
Effendi (1993:114) Menurut Buku Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis, ada pula beberapa hal yang mempengaruhi seseorang menjadi Gelandangan dan Pengemis, yaitu:
a.       Tingginya Tingkat Kemiskinan
Kemiskinan menyebabkan orang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak dapat mengembangkan kehidupan pribadi maupun kehidupan keluarga secara layak.
b.      Rendahnya Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah dapat menjadi kendala seseorang untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
c.       Kurangnya keterampilan Kerja
Kurangnya keterampilan kerja menyebabkan seseorang tidak dapat memenuhi tuntutan pasar kerja.
Ada beberapa Faktor Sosial Budaya yang mempengaruhi seseorang menjadi pengemis, yaitu:
1.      Rendahnya Harga diri pada sekelompok orang, mengakibatkan tidak dimilikinya rasa malu untuk meminta-minta.
2.      Sikap pasrah pada nasib. Mereka menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka sebagai pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakukan perubahan.
3.      Kebebasan dan kesenangan hidup mengemis. Ada suatu kenikmatan tersendiri bagi sebagian besar gelandangan dan pengemis yang hidup menggelandang, karena mereka merasa tidak terikat oleh aturan atau norma yang kadang-kadang membebani mereka, sehingga mengemis menjadi salah satu mata pencaharian (Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Depsos RI, 2005:7-8).
3.3    Penanggulangan Pengemis
Ketiga usaha yang digunakan untuk menanggulangi pengemis harus saling mendukung satu sama lainnya. Dengan demikian, hasil yang dicapai akan lebih maksimal.
3.3.1   Usaha Preventif
Pertama, “Hilangkan Budaya Mengemis”. Pecahkan budaya mengemis yang telah berurat akar dikalangan para pengemis. Ini merupakan pekerjaan yang sangat berat. Apabila budaya ini tidak dihilangkan maka, apapun upaya yang telah dilakukan akan sia-sia. Banyak kasus dimana para pengemis yang telah dibawa dan dibina di Dinas Sosial kembali menjadi pengemis di jalan. Menghilangkan budaya mengemis merupakan kunci utama untuk mengatasi persoalan pengemis. Cara pemecahannya, mereka harus di masukkan di masukkan ke “Motivation Camp” untuk dibina, ditumbuhkan harga diri, kehormatan diri, kemuliaan diri, jati diri dan kebanggan sebagai manusia mulia disisi Tuhan dan manusia lainnya. Dimana kegiatan mengemis itu bukanlah sesuatu yang mulia, tangan diataslah yang lebih mulia. Serta pendekatan agama sangat ditekankan dalam pembinaan motivasi ini.
Kedua, “Anak-anak Pengemis Harus Belajar”. Berikan beasiswa penuh kepada anak pengemis, dan tempatkan mereka di asrama yang jauh dari orang tua mereka, sehingga budaya mengemis orang tua mereka tidak menurun pada mereka dan budaya baru dari lingkungan barulah yang akan tertanam. Ini adalah solusi untuk memotong rantai budaya mengemis yang sudah ditanamkan oleh orang tua mereka, dengan mengajak mengemis.
Ketiga, “Berantas Kemiskinan dengan Pendidikan”, atasi kemiskinan yang menjadi penyebab utama timbulnya para pengemis.  Masalah kemiskinan harus diatasi dengan cara pemberian pelatihan, pemberdayaan, pembinaan dan peluang untuk berkembang dan maju. Bukan dengan memberi Raskin (Beras untuk Orang Miskin), BLT (Bantuan Langsung Tunai), BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) kepada para pengemis, karena hal ini hanya menciptakan ketergantungan kepada pemerintah, malas, tidak mandiri, dan lain sebagainya.
3.3.2   Usaha Represif
Pertama, “Razia Pengemis Dadakan”. Razia pengemis secara dadakan, untuk dimasukkan ke Dinas Sosial agar dapat pembinaan. Hal ini efektif untuk mendapatkan para pengemis yang berkeliaran di sepanjang Alun-alun jember, karena letak lokasi yang cukup dekat dengan dinas sosial.
3.3.3   Usaha Rehabilitatif
Pertama, “Pelatihan Keterampilan Sesuai Kemampuan Mereka”. Bina dan latih mereka dengan keterampilan yang sesuai dengan mereka. Berikan fasilitas yang mereka perlukan untuk  mengembangkan kreatifitas yang mereka punya. Pelatihan keterampilan sebaiknya sesuai dengan kemauan, kemampuan, jenis kelamin serta usia. Misal seorang pengemis usia 60 thn ke atas tidak mungkin dibina untuk belajar kemampuan pertukangan atau meubel. Jadi, pelatihan ini dikhususkan kepada mereka yang usianya produktif dan fisiknya mampu. Bagi mereka yang sudah lansia yang fisiknya tidak mampu, dapat di masukkan ke Panti Jompo / Sosial untuk mendapatkan layanan yang lebih baik. Bagi mereka yang sudah lolos uji keterampilan dan dinyatakan mampu, diberikan surat kotrak bahwa tidak akan mengemis lagi. Dan pelatihan keterampilan ini tidak hanya sekali saja, namun beberapa kali agar keterampilan mereka akan terus berkembang.
Kedua, “Buka Lapangan Kerja di Desa”. Para pengemis yang sudah mendapatkan pelatihan dan dinyatakan lolos, tidak sekedar diberi sertifikat dan dibiarkan keluar begitu saja. Tapi mereka di berikan lapangan pekerjaan. Mereka akan dipulangkan kedaerah atau desa asal mereka masing-masing. Kerawat desa bekerja sama dengan pemerintah daerah (Dinas Sosial) untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi para pengemis yang telah mendapatkan keterampilan. Mengapa harus desa asal mereka?. Karena dengan demikian kemungkinan para pengemis mengemis kembali lagi ke Alun-alun Jember sangatlah tipis. Dan lagi desa merupakan tempat tinggal awal mereka.
Lapangan pekerjaan yang dibuka seperti meubel, konveksi, bengkel, warung makan atau kantin. Apabila mereka sudah mampu bekerja sendiri, maka mereka dianjurkan membuka lapangan usaha sendiri. Tentunya masalah modal didapat dari penghasilan mereka yang telah terkumpul, pinjaman koperasi desa atau bantuan pemberdayaan dari Dinad sosial (Pemerintah Daerah).
Solusi yang telah dijabarkan diatas, tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan dari pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dunia usaha, dan masyarakat. Pemerintah daerah sebagai pelaksana, lembaga pendidikan sebagai pendukung, dunia usaha sebagai sarana dan fasilitator serta masyarakat sebagai pengawas sekaligus pendukung. Peran masyarakat di sini sangatlah penting.
Kita sebagai mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang harusnya berperan aktif dalam kegiatan penanggulangan pengemis ini. Seperti mengumpulkan pengemis anak untuk diberikan pendidikan serta motivasi agar tetap belajar sehingga dapat keluar dari rantai kemiskinan yang menuntut mereka mengemis. Kita sebagai mahasiswa dapat ikut berpartisipasi memberikan pelatihan dan pembinaan keterampilan bagi pengemis. Kita sebagai masyarakat juga sangat dianjurkan agar tidak memberikan apapun kepada pengemis, karena memberikan motivasi kepada pengemis untuk terus mengemis. Apapun alasannya memberikan uang kepada pengemis sama saja memotong benang harapan mereka atas masa depan yang lebih cemerlang.
 
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta, melalui berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain. Permasalahan pengemis dapat diselesaikan sesuai dengan kondisi dan keadaan peminta-minta. Karena alasan seseorang menjadi peminta-minta beragam. Permasalahan pengemis merupakan masalah yang kompleks. Penyelesaiannya pun melibatkan semua pihak dari masyarakat hingga berbagai instansi pemerintah.
Ada berbagai faktor yang mendasari seseorang menjadi pengemis.  Namun secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut buku standar pelayanan minimal pelayanan dan rehabilitasi sosial pengemis, disebutkan beberapa hal yang mempengaruhi seseorang menjadi pengemis:
1.    Tingginya Tingkat Kemiskinan
2.    Rendahnya Tingkat Pendidikan
3.    Kurangnya Keterampilan Kerja
4.    Faktor Sosial Budaya
Dalam penanganan pengemis dapat dilakukan dengan tiga usaha, yakni usaha prevertif, usaha represif dan usaha rehabilitatif.
3.2 Saran
Berdasarkan uraian diatas, masalah sosial yang ada di alun-alun Jember merupakan tanggung jawab bersama bukan hanya satu lembaga atau instansi tertentu saja. Karena beberapa lembaga dan instansi dapat bekerja sama untuk menyelesaikannya. Selain itu, pada hakikatnya satu instantsi bukan berdiri sendiri melainkan saling keterkaitan. Dan masyarakat hendaknya memiliki pemahaman untuk ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Alun-alun  Diakses pada 20 Oktober 2013
Komandan Satuan Polisi Pamong Praja
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Offline)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar